Mencium istri ketika shiyam
Sebagian ulama seperti Imam Ibnu Hazm rahmatullah ‘alaihi berpendapat bahwa mencium istri ketika puasa Ramadhan adalah mustahab atau sunnah. Dalilnya adalah zhahir dari hadits Abu Hurairah yang diriwayatkan dalam shahihain :
وَعَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اَللَّهُ عَنْهَا قَالَتْ: كَانَ رَسُولُ اَللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُقَبِّلُ وَهُوَ صَائِمٌ, وَيُبَاشِرُ وَهُوَ صَائِمٌ, وَلَكِنَّهُ كَانَ أَمْلَكُكُمْ لإِرْبِهِ. مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ, وَاللَّفْظُ لِمُسْلِمٍ.
Dari ‘Aisyah radhiallahu ‘anha Ia berkata : Rasulullah shallallahu ‘alayhi wasallam mencium ketika Ia shoum, mencumbui ketika shoum, tetapi beliau adalah yang paling mampu (menahan) terhadap syahwatnya di antara kalian. Muttafaqun ‘Alayhi lafazh Muslim.
Berkaitan dengan ini, Imam Ibnu Al’Utsaimin rahmatullah ‘alaih menyanggah dan berkata:
“Pendapat ini adalah pendapat yang sangat lemah dikarenakan sesungguhnya perbuatan Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam ini bukanlah maksud taqarrub-mendekatkan diri-dan Ibadah, tetapi tuntutan naluri dan tabi’at. Untuk jenis perbuatan ini tidak bisa dikatakan bahwa ia adalah mustahab, namun perbuatan beliau hanyalah menunjukkan pada kebolehan.
Beliau melanjutkan: di dalam hadits di atas ditunjukkan bahwa tidak ada perbedaan hukumnya antara pemuda dan laki-laki tua. Dalilnya adalah kita ketahui bahwa rasulullah ‘Alaihi Sholatu wasallam termasuk yang beliau sukai adalah wanita, dan beliau diberi kekuatan tiga puluh laki-laki, tidak diragukan bahwa beliau bersyahwat terhadap wanita. Namun beliau tetap mencium ketika berpuasa. Maka tidak ada perbedaan antara pemuda dan laki-laki tua. Yang diriwayatkan oleh Abu Dawud dalam pembedaan keduanya adalah hadits yang dha’if tidak bisa berhujjah dengannya.
Syarah Bulughul Maram.
28 Romadhoan 1431
28 Romadhoan 1431
Tidak ada komentar:
Posting Komentar